Minggu, 03 Februari 2013

KAJAR TERKENAL DENGAN " PANDE BESI "

SEPUTAR PANDE BESI DI KAJAR

DSCF1078

Sepertiynya konsep "Kemajemukan Pekerjaan" yang diperkenalkan Benjamin White dan lain lain, petani Jawa memiliki pekerjaan selain kegiatan pertanian, salah satunya pandai besi. Tujuan karangan ini adalah menjelaskan sifatnya pekerjaan pandai besi berdasarkan utamanya studi yang dilakukan oleh Ann Dunham Soetro pada tahun 1970-80an dalam konteks antropologi kerja. Pandai besi di Jawa, khususnya desa Kajar, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berhubungan dengan tidak hanya aktivitas perekonomian tepapi juga kebudayaan termasuk upacara, peran kelamin,kesenian dan lain lain.






Struktur Tenaga Kerja

Di kebanyakan desa pandai besi di Jawa, tempat kerja ini biasnya disebut Perapen, dari akar kata api. Di dalamnya ada fasilitas tungku api, paron, ubub dan sebagainya. Perapen merupakan unit organisasional dasar dari industri pandai besi. Dengan demikian, kata perapen bukan hanya berarti "tungku api" dan "tempat kerja", melainkan juga berarti "usaha" dan "kelompok kerja"

Ada pembagian kerja kuno yang digunakan di seluruh perapen, yang mengenali empat jenis pekerjaan atau peran berdasarkan tugas. Seperti berikitnya digunakan istilah-istilah dari desa Kajar.
.. ..
DSCF1074Empu:
Kepala kelompok kerja perapen atau guru pandai besi. Dia mengatur produksi setiap peralatan yang dibuat di perapen., persis sebagaimana dalang mengorkestrasi pertunjukan wayang atau spesialis upacara mengorkestrasi sebuah persembahan sesajen. Selama produksi, empu mengambil posisi berjongkok di anara tungku api dan paron.

Panjak:
Pengayun palu. Ada dua atau tiga orang panjak dalam satu perapen. Selama bekerja, panjak mengambil tempat di belakang paron, menghadap empu. Ketika empu meletakkan batang besi merah panas di atas paron, panjak mengayunkan palunya di atas kepala, mengentakkannya ke bawah dengan pukulan keras, mengubah bentuk batang logam itu dan sekaligus meningkatkan kepadatannya. Jika digunakan dua atau tiga panjak, mereka menempa secara bergantian, menciptakan nada dua atau tiga ketukan yang terdengar seperti musik. Kata panjak memiliki arti lain dalam bahasa Jawa, yaitu penabuh gamelan.DSCF1069

Tukang ubub:
Peniup puputan. Tukang ubub duduk di atas panggung puputan dan menurunkan batang ubub dengan irama dua ketukannya sendiri. Dia melakukan ini sementara batang logam sedang dipanaskan di tungku api, dan mengambil jeda rehat saat panjak sedang menempa besi.
DSCF1077Pekerjaan tukang ubub paling mudah untuk dipelajari dan paling ringan secara fisik. Beberapa jam latihan saja sudah cukup untuk menguasai tugas itu. Pekerjaan ini biasanya dilalukan oleh anak laki-laki yang baru mulai bekerja di perapen. Kadang-kadang itu dilakukan okeh orang buta atau bahkan seorang perempuan.



Tukang kikir:
Tukang asah. Tukang kikir mengasah dan/atau menggerinda bagian pinggiran alat untuk membuatnya tajam. Dia bias jadi mengerjakan tugas finishing lainnya, seperti menggosok permukaan alat dengan ampelas, atau memoles bagian luarnya dengan lapisan pelindung antikarat.
Tukang kikir duduk terpisah dari pekerja lainnya, di sebuah sudut perapen atau di tempat yang teduh di bawah lis atapDSCF1063 persis di luar perapen. Sembari bekerja, dia terkadan duduk bersila, dan terkadang duduk dengan satu kaki menjulur menahan rak kecil tempat bersandarnya alat yang sedang dikerjakan.


Kajar, Desa Pandai Besi Besar

Desa Kajar terkenal sebagai desa pandai besi, salah satu desa di kecamatan Wonosari, kabubaten Gunung kidul, provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Produksi utamanya alat-alat pertanian. Desa tersebut terletak lokasi kurang lebih 30 kilometer arah ke tenggara dari kota Yogyakarta.

Sebenarynya secara administrasi pemerintah, tidak aDunhama "Desa Kajar". Area itu terdiri dari tiga dukuh, yaitu Kajar I,II,dan III dalam kelurahan Karangtengah. Namun orang-orang daerahnya menyebutkan area it "Desa Kajar" dengan kebiasaan.

Geografi desa tersebut daerah bukit dan komposisi sebagian besar tanahnya terdiri dari batu kapur. Tanahnya kering dan tidak subur. Daerahnya susah diimplementasikan irigasi sehingga produksi pertanian poko merupakan singkong sampai tahun 1980an.

Mungkin bisa dikatakana bahwa sebabnya sumber daya pertaniannya tidak cukup, industri pandai besi berkembang di Kajar secara altanatif. Dunham mendeskripsikan bahwa penduduk desa Kajar mengembangkan aktivitas pandai besi supaya mereka dapat pendapatannya secara stabil dan mengantisipasi gagalnya panen. Setiap saat penduduknya mengalami kelaparan beberapa bulan sebab gagal panen, bannyak petani mulai mengikuti aktivitas pandai besi.

Megingat definisi kerja beragam tergantung lingkugan, teknologi, dan tergantung yang dianggap sebagai "kebutuhan" (Wallman 1979, 7), pekerjaan pandai besi berkembang dengan alasannya batas akses sumber daya pertanian.
Alasan perkembangannya tidak hanya sumber daya. Tahun 1920an dua orang pindah ke Kajar dari desa lain di Wonosari. Salah satunya hanya pandai besi biasa tetapi mampu mendirikan perapen pertama di Kajar. Yang lain adalah pandai besi yang unggul membuat kris. Keterunannya kedua pendiri pandai besi tersebut belajar keahlian pandai besi secara generasi ke generasi. Di Jawa keterunan cakal bakal menahan hubungannya cakal bakal mereka dengan merayakan kuburannya (Koentjaraningrat 1985). Kalau di kasus Kajar, keterunan pendiri pandai besi juga merayakan kuburanya seperti sama, bahkan merayakan lebih ramai daripada pelakuannya cakal bakal.

Tambahan lagi selama period penjajahan Jepang, para pandai besi di Kajar disuruh oleh tentara Jepang untuk membuat bagian senjata dengan pakai bahan besi bekas. Dengan pengalaman ini, pandai besi di Kajar memperoleh ketrampilan yang tidak dipunyai pandai besi di desa lain. Oleh karnanya, pandai besi di Kajar bisa metnambah nilai tambahan di produkli melalui pekerjaannya.
Apalagi pandai besi di Kajar percaya bahwa orang yang memiliki nasib untuk menjadi pandai bedi adalah hanya penduduk Kajar, melainkan penduduk desa lain. Pekerja lelaki di Kajar mengidentifikasikan sendiri dengan pandai besi.


Perubahan Musim dan Kesinambungan Kerja

Pandai besi biasanya memproduksi alat-alat pertanian. Akan tetapi membuat peralatan jenisnya lain juga tergantung permintaan. Perbahan musin terjadi dalam permintaan atas alat-alat. Beberapa peralatan pertanian dibutuh pada saat-saat tertentu dalam daur penanaman padi. Sekop, cangkul, garu, dan mata bajak dibutuhkan selama musim tanam, alat-alat penyiang selama periode bertumbuh, dan pisau pemanen (ani-ani) atau arit selama musin panen. Biasanya, warga desa meDSCF1081mbeli alat-alat pertanian baru dan memperbaiki yang lama persis sebekum awal musim hujan, sehingga menciptakan satu lonjakan tajam permintaan. Pola itu berlanjut di wilayah-wilayah yang di sana terdapat satu musim tanam padi pada musim hujan, misalmya di kabubaten-kabubaten yang lebih kering atau bagian-bagian pulau tempat sistem irigasi tidak berkemban baik. Kebutuhan akan alat-alat pertukangan, di lain pihak, masih memuncak tajam dalam dua atau tiga bulan setelah panen pada musim hujan. Ini karena warga desa memiliki banyak uang tunai mereka untuk membangun dan memperbaiki rumah, dan cuaca cukup kering sehingga memungkinkan untuk pembangunan. Mungkin ada puncak-puncak lain berdasarkan aktivitas setempat. Misalnya penanbangan batu cenderung menjadi aktivitas pada musim kering karena lubang tambang dipenuhi air pada musim hujan. Di kabupaten-kabupaten tempat penambangun batu, kebutuhan akan baji, beliung, dan kapal meningkat pada awal musim kering. Meskipun kebutuhan banyak peralatan bersifat musiman, ada beberapa produk yang menunjukkan tingkat permintaan yang terus berlanjut, misalnya pisau dapur.


Tenaga Kerja Perempuan dan Tabu di Tempat Kerja

Pandai besi dianggap pekerjaan lelaki seluruhnya. Industri-industri perempuan mencakup seluruh jenis industri tekstil, anyaman, dan pakaian. Namun di beberapa desa kerajinan pandai besi, termasuk Kajar, perempuan biasanya digunakan sebagai tukang ubub. Penggunaan perempuan sebagai tukang ubub biasanya merupakan pertanda kurangnya tenaga kerja lelaki. Ketika tenaga kerja lelaki tersedia, pekerja perempuan biasanya digantikan. Banyak desa kerajinan pandai besi yang Dunham kunjungi tak pernah menggunakan tenaga kerja perempuan, dan para pandai besi di sana menujukkan ekspresi sedikit kaget atau geli mendengarnya. Yang lainnya menggunakan tenaga kerja perempuan jika perlu, tetapi sedikit defensif ketika ditanyai tentang itu, sampai-sampai memberi penjelasan bahwa perempuan dipekerjakan hanya untuk sementara, bahwa tak ada salahnya perempuan bekerja di perapen, bahwa mereka telah mendapatkan izin dari suami atau ayahnya untuk mempekerjakannya.

Apabila perempuan bekerja sebagai tukang ubub, mereka tetap berada di panggung ubub, tidak melompat turun, dan tidak ikut dalam percakapan bersama. Mereka duduk agak kaku dan mepasang ekspresi wajah aneh yang agak mirip topeng, tanpa sebersit pun emosi atau semangat. Dunham telah memperbandingkan ekspresi ini dengan ekspresi yang ditampakkan oleh seorang penari Jawa klasik, seorang pesinden dengan irama gamelan, atau pengantin yang ditampilkan dalam upacara perkawinan tradisional. Itu tampaknya merupakan ekspresi pelindung, yang dipasang oleh perempuan yang sedang dalam posisi "rentan" terhadap kesalahpahaman publik. Dalam kasus kerajinan pandai besi, perempuan mungkin mudah jadi sasaran kritikan karena mereka memasuki ranah lelaki yang secara tradisional tidak merupakan tempat mereka (Dunham, 1982).
DSCF1067
Meskipun ada tabu bagi perempuan untuk bekerja di perapen, dan secara khusus bagi petempuan untuk dekat-dekat ke tungku api atau paron, tidak ada tabu bagi perempuan untuk mengerjakan tugas-tugas kerajinan logam di luar perapen. Maka, perempuan- perempuan dari desa-desa kejajinan pandai besi bias memulai industri kerajinan logam kecil sendiri yang melibatkan pengolahan logam dingin. Mereka mengerjakan industry-industri ini di rumah-rumah mereka bukannya di perapen. Sebagai contoh adalah produksi barang-barang dari aluminium murahan, yang dipotong dari lembaran logam dengan menggunakan gunting.

Perempuan-prempuan dalam keluarga pandai besi yang memiliki lahan pertanian sering melaksanakan banyak pekerjaan bertani yang secara tradisional diangap sebagai pekerjaan lelaki, misalnya mempersiapkan lahan. Ini karena sebagain besar tenaga kerja lelaki sepenuhnya terserap di perapen. Di Kajar, sector pertanian sebagian besar dikelola oleh perempuan, yang mencari bantuan dalam pekerjaan mereka dengan mengupah pekerja pertanian dari luar desa (Dunham, 1982).


Upacara dan Simbol Lelaki

Paron yang dipakai pandai besi di Jawa berbentuk seperti paku besar berdiri. Itu jauh berbeda dengan paron Barat yang berbentuk empat persegi panjang, adanya bagian berbentuk seperti lidah atau tanduk.

Pandai besi di Jawa, menerut Dunham, menganggap paron tersebut sebagai bersimbol lingga, satu kata dari bahasa Sanskerta yang menrepresentasikan batang kemaluan lelaki. Pada saat upacara Selamatan Empu di Kajar, upacara yang diadakan pada kalender Jawa, semua empu berkumpul di salah satu perapen dan meletakkan makanan sesajen di paron. Mereka membuat paron tersebut tempat suci dan berdoa selamatan pekerjaan untuk setahun.

Secara umumnya, pandai besi diperlakukan sebagai pria terhormat. Selain selamatan empu di Kajar, pesta Bersih Desa juga dilakukan sekali setahun untuk mengeluarkan roh-roh buruk dari desa dan membersihkannya. Ketika pembukaan pesta tersebut, kelaki dan petempuan duduk di sisi yang berbeda, Untuk kehormatan Dunham pernah disuruh duduk di tempat lelaki sebagai tamu khusus.

Menerut Dunham, salah satu alat tukang kayu linggis (dalam bahasa Inggris "crowbar"), berbentuk batang panjang, juga diduga berkaitan dengan kata lingga.




Perbahan Pekerjaan dengan Mekanisasi

Dua jenis pekerjaan dalam proses pandai besi di Indonesia sedang diganti dengan mesin tenaga listrik. Jenis tersebut adalah tukang ubub dan tukang kikir. Saya sendiri pernah menyaksikan di desa Kajar, hampir semua perapen mengimplementasikan mesin ubub dan kikir, yaitu blower dan grinder. Alasan yang pertama: tahun 1980an pemerintah Indonesia sukses melistriklisasikan hampir seluruh desa-desa termasuk Kajar di pulau Jawa, maka pandai besi dapat menggunakan tenaga listrik untuk memproduksi. Kedua; mesin blower dan grinder harganya tidak terlaru mahal, apalagi tidak butuh tegana listrik yang tinggi. Ketiga; proses pekerjaan tukang ubub dan kikir tidak rumit maka gampang diganti dengan mesin.

Awal pengantiannya tukang ubub dan tukang kikir dikhawatirkan karena menghasilkan pengangguran bertambah. Akan tetapi akibatnya tidak terjadi pengangguran serius karena pasar produksi pandai besi, khususnya alat pertanian, berkembang dan permintaannya bertambah.

Pada awal tahun 1990an, pemerintah pusat (Kementerian Perindustrian) coba menciptakan mesin pengayun palu yang harga terjangkau, yaitu spring hummer. Pada saat yang sama, pemerintah mengkhawatirkan panjak bakal kehilangan pekerjaan. Oleh karenanya, pemerintah menbatasi penyebaran mesin tersebut.

Namun Dunham memperkirakan mesin spring hummer akan tersebar berdasarkan pasar mekanism dan mesin tersebut dibutuh untuk inovasi teknologi perindustrian pandai besi masa depan. Ternyata pada saat ini, seluasnya saya sudah lihat, mesin spring hummer belum dipakai secara luas. Alasannya belum ketahui tetapi bisa diasumsikan bahwa proses panjak rumit, butuh keahlian yang benar, dan volume pekerjaannya berfluktuasi tergantung pesan. Pengajian lanjut diperlukan untuk mendalami hal itu.


Persangkutan dengan Kesenian

Dalam hal yang mengenai pandai besi, yang menarik adalah persangkutan dengan kegiatan seni atau nama peran kesenian.

Seperti disebutkan lebih dahulu, nama jenis pekerjaan panjak memiliki arti lain penabuh gamelan juga. Persangkutan ini barangkali lantaran bunyi berirama itu. Ketika orang memasuki desa pandai besi, bunyi bisa terdengar berdatangan dari segala desa.

Jenis pekerjaan empu juga mengasosiasikan orkestrasi pertunjukan wayang. Seorang empu Jawa tradisional mengetukkan kode instruksi kepada pengayun palu di sisi paronnya dengan martil kecil.

Seperti Dunham sudah mengkajikan, perbandingan wajah pelindungnya perempuan yang bekerja di perapen sebagai tukang ubub dan ekspresi penari Jawa klasik atau pesiden juga sangat menarik. Memang hubungannya susah dibuktikan, tetapi studi tambahan mungkin dapat bantu kita untuk mengetahui interaksi antara kegiatan pekerjaan pandai besi dan dimensi budaya, maupun psikologi.

4 komentar: